SEJARAH PERJUANGAN JAMBI
Rangkaian sejarah perjuangan masyarakat Jambi dipaparkan dalam panil-panil relief yang terdapat di dinding depan dan dalam museum. Rangkaian sejarah tersebut diawali pada masa Kerajaan Melayu Kuno yang berkedudukan di pantai timur Sumatera dengan pusatnya sekitar Jambi. Keberadaan Kerajaan Melayu Kuno ini terdapat pada catatan Dinasti Tang yang memberitakan adanya utusan dari Mo-Lo-Yeu pada tahun 644 dan 645 M. I-Tsing mencatat tentang kerajaan ini tatkala singgah guna melanjutkan perjalanannya dari Kanton menuju India pada tahun 672. Tinggalan masa Melayu Kuno dapat ditemui berupa sebaran situs percandian di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari yang berpusat di Muarojambi. Situs percandian terbesar yang diidentifikasikan sebagai situs percandian Muarojambi ini diperkirakan dibangun pada abad ke 7 dan berlanjut hingga abad ke 13.
Kemajuan dan posisi strategis Kerajaan Melayu menarik perhatian Raja Singosari untuk melakukan ekspansi kekuasaan dan membendung kekuasaan Kubhilai Khan dari Cina ke Nusantara. Bentuk ekspansi Raja Singosari, Kertanegara, adalah mengirimkan pasukannya ke Melayu pada tahun 1275. Pengiriman pasukan yang disebut Ekspedisi Pamalayu mengakibatkan terjadinya pergeseran pusat Kerajaan Melayu ke arah pedalaman hulu Batanghari. Kehadiran Singosari di Kerajaan Melayu pada masa Pamalayu berlanjut dalam jalinan hubungan persahabatan antara Singosari dan Melayu yang diwujudkan pengiriman arca Amoghapasa ke Darmasraya pada tahun 1286.

Pada masa pemerintahan Sultan Abdul Kahar terjadi kontak pertama dengan Sterk, seorang pedagang Belanda yang mengizinkan membangun loji di Muarakumpeh. Tetapi campur tangan Belanda dalam pemerintahan kesultanan diawali pada kontrak pertama tahun 1643 dan kontrak selanjutnya menggerogoti kekuasaan Kesultanan Jambi. Tekanan dan campur tangan Belanda semakin kuat di masa kesultanan dipangku oleh Pangeran Ratu Abdurrahman Zainuddin menggantikan Sultan Muhammad Fachruddin yang wafat tahun 1841 dengan Pangeran Ratunya Pangeran Thaha Syaifuddin bergelar Pangeran Ratu Jaya Diningrat.
Ketika Sultan Abdurrachman Zainuddin wafat Pangeran Ratu Jayaningrat Raden Thaha Syaifuddin dinobatkan sebagai Sultan di tahun 1855. Sultan Thaha dengan tegas bertekad mengembalikan hak-hak rakyat dan kerajaan terlepas dari campur tangan Pemerintah Hindia Belanda. Empat puluh enam tahun perjuangan Sultan Thaha yang berlangsung dengan dukungan rakyatnya, akhirnya pada 26 April 1904 Sultan Thaha gugur dalam serangan tentara Hindia di Betung Berdarah, Tebo. Kendati Sultan Thaha tewas, perlawanan terhadap kedudukan tentara Hindia Belanda terus berlangsung hingga tahun 1920, saat Pemerintah Hindia Belanda mendatangkan bala bantuan dari Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Batavia.

Di awal kemerdekaan dibentuk provinsi-provinsi berdasarkan pulau dan kepulauan, seperti Sumatera yang saat itu berupa satu provinsi dengan ibukotanya Medan dengan Mr. Teuku Muhammad Hasan sebagai gubernurnya. Komite Nasional Indonesia (KNI) Sumatera pada sidang di Bukittinggi pada 18 April 1946 memutuskan Sumatera dijadikan 3 sub provinsi, yaitu Ssub Provinsi Sumatera Utara yang terdiri dari Karesidenan Aceh, Sumatera Timur, dan Tapanuli; Sub Provinsi Sumatera Tengah yang terdiri dari Keresidenan Sumatera Barat, Riau, dan Jambi; dan Sub Provinsi Sumatera Selatan yang terdiri dari Keresidenan Palembang, termasuk Bangka-Belitung, Bengkulu, Lampung.

Pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Kerajaan Belanda pada 27 Desember 1949 memberikan motivasi rakyat Jambi untuk dapat berdiri sendiri secara otonom, lepas dari Propinsi Sumatera Tengah.Akhirnya pada tahun 9 Agustus 1957 Presiden Soekarno menandatanggani Undang-Undang Darurat No. 19 Tahun 1957 tentang Pembentukan Provinsi Sumatera Barat, Jambi, dan Riau. Kini undang-undang tersebut menjadi Undang-Undang No. 61 Tahun 1957.
Kemerdekaan yang diperoleh dengan pengorbanan jiwa dan raga rakyat Jambi kini diisi dengan pembangunan di segala bidang dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat Jambi. (Budi Prihatna).
Komentar
Posting Komentar